Bandungheurin ku tangtung Nyeri hate ningali nepi ka pundung Bandung heurin ku tangtung Kamana citra Bandung nu agung? Bandung heurin ku tangtung Kumaha meh teu leuwih buntung?-sabada maos Bandung janten kota terkotor Foto : PR. Diserat ku Wanita Sunda Antar Benua @ 3:18 AM | Daya dukung lingkungan di Cekungan Bandung semakin tidak ideal. Hutan tersisa hanya ada di Tahura Djuanda yang dibangun Belanda 107 tahun silam Bencana hidrometeorologi, terutama banjir mengepung wilayah sekitar Cekungan Bandung. Limpas air hujan yang tak tertampung di Dusun Pasir Jati, Desa Jatiendah, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Minggu [10/2/2019], menyebabkan tiga warga meninggal dunia Bandung sedang mengalami ketimpangan perencanaan kota. Selain pembangunan tak terkendali di kawasan Bandung utara, kini pembangunan merangsek ke wilayah timur yang menjadi titik terendah di Cekungan Bandung Kota Bandung yang semula didesain oleh Thomas Karsten untuk sekitar penduduk, kini harus menampung warga sebanyak 2,4 juta jiwa. Kepadatan rata-rata, 150 jiwa per hektar Daya dukung lingkungan di Cekungan Bandung memburuk. Kawasan konservasi di Kawasan Bandung Utara [KBU] seluas hektar ini mengalami degradasi hebat akibat alih fungsi dan tata guna lahan tak beraturan. Tata wilayah KBU yang awalnya didesain untuk permukiman tumbuh tak terkendali, disesaki pembangunan properti dan pertumbuhan kota yang menyebabkan daerah resapan air berkurang. Mengutip Harianto Kunto dalam buku Wajah Bandung Tempo Doeloe, dituliskan bila Bandung yang dikelilingi gunung suatu saat bakal heurin ku tangtung. Bandung akan sulit berdiri karena kepadatan penduduknya. Ramalan itu sedang terjadi. Hutan tersisa di Cekungan Bandung hanya ada di Tahura Djuanda yang dibangun Belanda 107 tahun silam. Tahura seluas 500 hektar ini menjadi satu-satunya paru-paru kota saat ini. Baca Pembangunan Kota yang Tak Selalu Indah di Mata Kondisi permukiman yang tidak tertata tampak jelas di wilayah Bandung menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan. Foto Donny Iqbal/Mongabay Indonesia Sebagaimana diberitakan Mongabay sebelumnya, Dosen Sekolah Arsitektur dan Perencanaan Kota Institut Teknologi Bandung [ITB], Denny Zulkaidi, berpendapat, lambatnya penguasa kota merespon pertumbuhan kota, kian menegaskan ketidakseriusan dalam mengimplementasikan Rencana Tata Ruang Wilayah [RTRW] sebagai acuan pembangunan. Dia mencontohkan, Kota Bandung yang semula didesain oleh Thomas Karsten untuk sekitar penduduk, kini harus menampung warga sebanyak 2,4 juta jiwa. Kepadatan rata-rata, 150 jiwa per hektar. Pada zaman penjajahan, Bandung memang secara resmi didirikan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, dibawah Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada 1810. Daendels semasa menjabat, memerintahkan perencanaan Kota Bandung mengikuti pola kota-kota Eropa. Diawali pemindahan Bandung ke utara sejauh 11 kilometer, diapit Jalan Raya Pos dan Sungai Cikapundung. Baca Kawasan Cekungan Bandung Makin Sering Banjir. Ada Apa? Banjir di Dusun Pasir Jati, Desa Jatiendah, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Minggu [10/2/2019], menyebabkan tiga warga meninggal dunia. Foto Donny Iqbal/Mongabay Indonesia Terkait permukiman, Daendels membagi dua wilayah. Kawasan utara untuk permukiman bangsawan dan selatan bagi pribumi dengan titik tengah pendopo dan alun-alun. Demi mendukung iklim Bandung yang sejuk kala itu, Pemerintah Kolonial turut merancang juga taman. Mengutip tulisan pegiat literatur Zaky Yamani, sejak zaman kolonial, pembagian utara-selatan Bandung, bukan semata orang Eropa dan pribumi. Tapi juga bentuk pembagian kelas sosial dan citra. Melompat ke era kemerdekaan sampai hari ini, pembagian utara-selatan masih terjadi dan dipertahankan. Kawasan utara masih identik permukiman elite, pembangunan dan tata kotanya mengikuti pola kolonial. Terus dipercantik dengan beragam fasilitas. Sementara kawasan selatan semakin sumpek karena jadi wilayah industri dan belakangan sebagai permukiman untuk warga kelas menengah. Baca Perlahan, Air Bersih Menjauhi Masyarakat Bandung Alih fungsi lahan dan tata guna lahan tak beraturan merupakan aktivitas yang mengundang datangnya bencana banjir dan tanah longsor. Foto Donny Iqbal/Mongabay Indonesia Melupakan sejarah Anggota kelompok riset Cekungan Bandung, T Bachtiar mengatakan, Bandung sedang mengalami ketimpangan perencanaan kota. Menurutnya, kecenderungan tata kota ini kian tidak jelas arah karena lemahnya perencanaan. Selain pembangunan tak terkendali di kawasan utara, kini pembangunan kota terus merangsek ke wilayah timur yang menjadi titik terendah di Cekungan Bandung. Masalahnya, minimnya perencanana berimbas pada alih fungsi lahan di kawasan penangkap air. Padahal, kata dia, berdasarkan toponomi di Cekungan Bandung berkaitan dengan kearifan lokal yang merujuk pada topografi atau geomorfologi. Semisal, nama yang diawali kata ”ranca” menjadi penanda bahwa dulunya daerah yang dimaksud merupakan tanah basah atau rawa. “Sebetulnya, Belanda sudah memetakan tata ruang Bandung berdasarkan kajian geologinya. Termasuk menentukan wilayah-wilayah yang tidak dibangun seperti resapan air. Tetapi tampaknya itu sudah dilabrak,” tuturnya. Kota Bandung yang semula didesain oleh Thomas Karsten untuk sekitar penduduk, kini harus menampung warga sebanyak 2,4 juta jiwa. Foto Donny Iqbal/Mongabay Indonesia Persoalan Bencana hidrometeorologi, utamanya banjir mengepung wilayah sekitar Cekungan Bandung. Air hujan yang tak tertampung di Dusun Pasir Jati, Desa Jatiendah, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Minggu [10/2/2019], menyebabkan tiga warga meninggal dunia. “Selama tujuh tahun tinggal di sini, banjir disertai lumpur baru pertama kali terjadi. Air limpasan begitu deras hingga menjebol tanggul sungai yang sempit. Saya rasa salah satu penyebabnya adalah banyaknya perumahan baru yang dibangun,” ujar Eva Ningsih [44] yang sebagian rumahnya hancur diterjang banjir bandang. Perumahan tersebut berjarak sekitar satu kilometer dari KBU. Sekitar 10 kilometer dari Kecamatan Cilengkrang, kejadian serupa pernah terjadi di Cicaheum awal 2018. Puluhan rumah terendam banjir dan lumpur. Banyak masyarakat ingin pindah. Penyebabnya, diduga sama. Kawasan resapan dan ruang terbuka hijau di Bandung utara berkurang. Tanggul sungai jebol karena tak mampu menahan debit air yang besar serta tingginya erosi dan sedimentasi. Di hubungi terpisah, Kepala Balai Pengelola Tahura Djuanda Lianda Lubis menuturkan, ada rencana perluasan tahura. Sesungguhnya, wacana itu pernah digulirkan sejak 2008, akan tetapi hingga saat ini belum terealisasi. “Hutan tersisa di KBU hanya di tahura, sangat kecil. Diusulkan penambahan hektar. Jika berhasil, langkah selanjutnya reboisasi. Tetapi perlu 10 – 15 tahun untuk menghutankan kembali kawasan yang sudah kritis,” paparnya. Keberadaan tahura yang bisa mencegah erosi dan banjir, sebagai daerah resapan air dan sumber hayati, bukan tanpa gangguan. Kawasan perbukitan di sekitar wilayah tersebut telah ada setumpuk izin pembangunan perumahan, hotel, restoran, dan lain-lain. Catatan Walhi Jabar memperkirakan 70 persen kawasan Bandung utara sudah berubah menjadi hutan beton. Foto Donny Iqbal/Mongabay Indonesia Menurut catatan Wahana Lingkungan Hidup [Walhi] Jabar, kawasan 750 meter di atas permukaan laut itu dikuasai 350 izin pembangunan properti dan areal komersil yang dikeluarkan pemerintah kota/kabupaten. Ada yang sudah dibangun, tetapi izin belum ada. Dilihat dari sisi peraturan tertulis, KBU sudah ditetapkan sebagai lahan konservasi melalui Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 35 Tahun 1998, dan Surat Keputusan Gubernur Jabar Nomor Masih ada lagi, Peraturan Daerah Provinsi Jabar Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Kewenangan pengawasan KBU ada di Pemprov Jabar. Proses rekomendasi KBU merupakan prasyarat mendapatkan IMB dari kabupaten/kota Syarat utama adalah koefisien dasar bangunan 20-80, yaitu 20 persen untuk bangunan dan 80 persen untuk penghijauan. Bangunan itu termasuk gedung dan jalan. Makin ke wilayah atas KBU, porsi bangunan makin kecil. Walaupun sederet peraturan untuk melindungi kawasan konservasi itu sudah dibuat, catatan Walhi Jabar memperkirakan 70 persen kawasan Bandung utara sudah berubah menjadi hutan beton. Data Dinas Lingkungan Hidup Jabar mencatat, ada 42 objek bangunan tak berizin berdiri di atas tanah negara dan 32 objek bangunan lain di lahan pribadi. Hutan tersisa di Kawasan Bandung Utara hanya di Tahura Djuanda. Secara luasan sangat kecil, maka diusulkan penambahan hektar. Foto Donny Iqbal/Mongabay Indonesia Berdasarkan Sistem Informasi Pemanfaatan Tata Ruang [Sifataru], Cekungan Bandung merupakan wilayah topografi berbentuk cekungan dengan luas kurang lebih hektar. Bagian terendahnya merupakan dataran seluas hektar dengan ketinggian 650 m hingga 700 m di atas muka laut. Cekungan Bandung dikelilingi banyak gunung dengan yang tingginya mencapai m di atas muka laut. Wilayah perencanaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung secara administratif meliputi 5 [lima] wilayah administrasi, yaitu Kabupaten Bandung [ ha], Kabupaten Bandung Barat [ ha], sebagian Kabupaten Sumedang [Kecamatan Cimanggung, Tanjungsari, Sukasari, Jatinangor, Rancakalong, dan Pamulihan] seluas ha, Kota Cimahi [ ha], dan Kota Bandung [ ha] sebagai kota inti. Artikel yang diterbitkan oleh

Hartina Bandung Heurin Ku Tangtung " Arti dalam bahasa indonesia : *Hartina = Artinya *Bandung = Bandung *Heurin = Sempit *Ku = dengan/Oleh *Tangtung = Berdiri / sebuah tempat tinggi Jadi bisa disimpulkan artnya dalam bahasa indonesia adalah "Artinya bandung penduh dengan yang berdiri/gedung".

Bandung - "Hanya ke Bandung lah aku kembali kepada cintaku yang sesungguhnya." Kalimat ini merupakan sebuah penggalan surat cinta syahdu nan romantis yang dipersembahkan oleh Bung Karno kepada Inggit Garnasih, sang istri yang selalu setia mendampingi Bung Karno muda saat melewati masa-masa perjuangan memerdekakan Indonesia di Kota sebagian orang, Bandung tentunya telah meninggalkan kesan tersendiri untuk para pelancong maupun warga yang sudah menetap sejak lama. Tak ayal, julukan-julukan yang disematkan untuk Bandung sebagai Kota Kembang, ataupun dengan nama Paris van Java-nya, menjadi sebutan yang ideal untuk menggambarkan bagaimana kondisi di Kota dari sekian banyak julukan yang disematkan untuk Kota Bandung, istilah Paris van Java tentu begitu familiar di telinga masyarakat. Konon, julukan ini sudah disematkan sejak Belanda menguasai Indonesia pada abad ke-19. Namun, belum banyak yang tahu bagaimana sejarah hingga julukan ini bisa disematkan untuk Bandung pada saat itu. Dikutip detikJabar dari jurnal Nandang Rusnandar berjudul Sejarah Kota Bandung Dari "Bergdessa" Desa Udik Menjadi Bandung "Heurin Ku Tangtung" Metropolitan yang dipublikasikan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung, Senin 22/8/2022, julukan Paris van Java disebut muncul ketika diselenggarakannya Congres Internationaux d`architecture Modern CIAM atau Kongres Internasional Arsitektur Modern yang digelar di Kota Chateau de la Sarraz, Swiss pada Juni itu, Nandang menulis Bandung mulai gencar membangun bangunan yang indah, tata kota dan pola pemukiman yang serasi sehingga kelestarian alam dapat sedemikian rupa terjaga. Hal itu sejalan setelah Bandung selain menjadi Ibu Kota Kabupaten Bandung, juga memiliki fungsi baru sebagai Ibu Kota Karesidenan hanya memikirkan bangunan dan tata kota semata, taman-taman kota juga mulai dibuat di seantero Kota Bandung. Nandang mencatat, pada akhir abad ke-19, usaha penghijauan telah dimulai agar kawasan ini menjadi pun dilakukan oleh perkumpulan Bandoeng Vooruit, meliputi daerah DAS Cikapundung dari Lembang hingga Lembah Tamansari, Lereng Bukit Palasari, Jayagiri, Ciumbuleuit, Gunung Manglayang dan Arcamanik. Penghijauan juga dilakukan dengan melestarikan beberapa air terjun dan danau-danau situ di seputar daerah Bandung, seperti Situ Patengang, Situ Cileunca, Situ Aksan yang disebut natuur-monument atau monumen lalu menulis, dalam cara membangun bangunan-bangunan di Kota Bandung, para arsitek Belanda kurang memperhatikan sifat- sifat Hindische atau kedaerahan. Sehingga, Hendrik Petrus Berlage, yang merupakan bapak arsitektur modern di Belanda kala itu memberikan julukan kepada Bandung dengan sebutan Bandoeng Parijs van ini pun mencuat ketika Congres Internationaux d'architecture moderne CIAM dihelat di kota Chateau de la Sarraz, Swiss, Juni 1928. Nandang mengisahkan jika Hendrik Petrus Berlage menyindir bahwa Kota Bandung dalam pembangunannya berkiblat kebarat-baratan dan lebih terpaut ke Kota Paris. Sementara, para arsitek yang menggagas tata letak Kota Bandung dianggap tidak menonjolkan ciri khas tropis dan tidak mencerminkan kepribadian yang Paris van Java kala itu merupakan julukan yang bernada sindiran, namun pada akhirnya Nandang mengisahkan julukan itu malah menjadi masyhur ke seluruh dunia. Penyebabnya karena Bandung saat itu menjadi prototipe dari Kolonialle Stad atau kota itu, julukan Kota Bandung sebagai Paris van Java kata juga sejalan dengan maraknya aktivitas perkebunan di sekitar Kota Bandung pada awal abad 20. Kemudian, turut berdiri juga bangunan-bangunan untuk kepentingan orang perkebunan seperti hotel, kantor, pertokoan dan tempat hiburan, termasuk sekolah. Di antara semua itu, yang paling tersohor adalah tempat perbelanjaan khusus orang kulit putih yang dibangun di sepanjang Jalan Braga yang semula hanya berupa jalan faktor itu pula, Braga berkembang menjadi daerah yang pesat. Pada masa keemasannya, Braga turut mempengaruhi perkembangan wilayah sekitarnya, seperti aktivitas perdagangan, jasa, hiburan, hingga perkantoran yang berada pada kawasan fisik kawasan Jalan Braga lalu dikembangkan dengan suasana mendekati tempat-tempat di Eropa kala itu. Kondisi itu pun sekarang masih bisa ditemukan dari beberapa fisik bangunan gedung yang cenderung tampil dengan gaya Eropa. Mulai dari gedung Javasche Bank sekarang Bank Indonesia, gedung Van Dolph sekarang Landmark, gedung Gas Negara serta gedung-gedung lainnya yang berada di sekitar Braga. Hingga akhirnya, gaya arsitektur yang khas ini pun menjadikan kawasan Braga semakin berkembang sebagai kawasan perdagangan yang banyak diminati masyarakat saat itu. Simak Video "Momen 5 Bang Jago Keroyok Polisi Berujung Berompi Oranye" [GambasVideo 20detik] ral/tey
Luaswilayah administrasi Kota Bandung berubah dari 8.096 Ha menjadi 16.729,650 Ha. Penutup Bandung menjadi Ibu kota Priangan, dari sinilah munculnya Uga atau lebih tepatnya Uga Bandung, : Bandung heurin ku tangtung, Cianjur katalanjuran, Sukabumi tinggal resmi, Sumedang ngarangrangan, Sukapura ngadaun ngora, Galunggung ngadeg
JABARNEWS BANDUNG – Urang mindeng ngadéngé ungkara basa anu unina 1. Bandung heurin ku tangtung. 2. Sukapura ngadaun ngora. Ungkara basa anu kitu téh disebutna cacandran. Sakumaha umumna pakeman basa, cacandran ogé geus puguh éntép seureuhna sarta teu bisa dirobah ku hal-hal anu baris ngarobah harti. Cacandran téh gelarna mangsa bihari, raket patalina jeung sajarah anu kaalaman ku hiji daérah. Jadi caritaan, sumebar tur jadi kacapangan. Eusina nataan atawa nerangkeun kaayaan hiji daérah dina hiji mangsa. Sok aya anu nganggap mangrupa tujuman kana hal-hal anu bakal kasorang. Padahal saenyana mah henteu kitu, ngan pédah kabeneran aya sasaruanana jeung mangsa kiwari baé. Upamana cacandran “Bandung heurin ku tangtung”. Éta cacandran téh muncul sabada puseur dayeuh Kabupatén Bandung dipindahkeun ti Karapyak Dayeuhkolot ka sisi Walungan Cikapundung, ngadeukeutan Jalan Raya Pos, taun 1810. Padumuk Bandung beuki gegek, anu ngagelarkeun cacandran “Bandung heurin ku tangtung”. Nepi ka puseur dayeuh Karesidénan Priangan ogé anu tadina di Cianjur, dipindahkeun ka Bandung 1864. Kabeneran kiwari kabuktian, pangeusi Bandung beuki gegek baé, leuwih-leuwih ti daérah lianna di Tatar Sunda. Cacandran “Sukapura ngadaun ngora” raket patalina jeung Radén Tumenggung Wiradadaha VIII. Taun 1811 éta Bupati Sukapura téh dicopot tina kalungguhanana ku Pamaréntah Hindia Walanda. Diganti ku Radén Tumenggung Surialaga, teureuh Sumedang. Tapi taun 1814 RT Wiradadaha VIII diangkat deui jadi bupati, anu ngagelarkeun cacandran “Sukapura ngadaun ngora”; anu ngandung harti “hirup deui, pucukan deui” anu tadina rék “muguran, ngarangrangan”. Kota atawa wewengkon anu umurna kawilang kolot jeung kahot anu sok aya cacandranna téh. Upamana baé 1. Cianjur katalanjuran. 2. Sumedang ngarangrangan. 3. Pangandaran andar-andaran. 4. Galunggung ngadeg tumenggung. 5. Wanayasa macangkrama. 6. Banagara sor ka tengah. Salian ti cacandran, aya deui lalandihan anu jelas béda jeung cacandran, upamana baé 1. Bandung Kota Kembang 2. Garut Kota Intan 3. Tasik Kota Resik 4. Bogor Kota Hujan 5. Cirebon Kota Udang 6. Ciamis Kota Manis Red Rubrik Palataran ini diasuh oleh Budayawan, Kang Budi Rahayu Tamsyah.
Mohontunggu Kategori. Tebar Hikmah Ramadan; Life Hack; Ekonomi . Ekonomi; Bisnis
Bandung merupakan sebuah kota yang mempunyai alur dan perjalanan sejarah yang sangat panjang, sehingga tidak setiap peristiwa sejarah meninggalkan kelengkapan data. Apabila perjalanan sejarah Bandung diuraikan, maka secara garis besar penulisannya dapat dipilah menjadi dua bagian, yaitu bagian yang diusung oleh Orang Belanda atau zaman kolonial dan yang kedua bagian yang diusung oleh orang pribumi yaitu waktu terjadinya pemindahan ibu kota Kabupaten Bandung dari Krapyak Dayeuhkolot ke dekat jalan besar di tepi Cikapundung Kota Bandung sekarang. Peristiwa pemindahan ibu kota itu secara yuridis formal diresmikan melalui besluit surat keputusan gubernur jenderal tanggal 25 September 1810. Dalam judul tulisan ini terkandung dua masalah yang perlu terlebih dahulu diidentifikasi, yaitu yang berkaitan dengan aspek tema sejarah kota dan aspek spasial Bandung. Sejarah kota mengacu pada pemahaman rekonstruksi tertulis mengenai masa lalu sebuah kota, dalam hal ini Kota Bandung. Secara substansi, sejarah kota sering disebut sebagaisejarah yang menyeluruh total history. Kota dalam pengertian “proses menjadi”, yakni kota mulai dari pengertian yang sangat sederhana hingga pengertian dan cakupan yang makin kompleks. Bandung merupakan sebuah wilayah geografis yang semula berstatus sebagai tempat pemukiman, selanjutnya berkembang menjadi sebuah “kota”, kemudian berstatus sebagai ibu kota Kabupaten Bandung 1810, ibu kota Keresidenan Priangan 1864, dan menjadi sebuah gemeente 1906. Dari sisi teoretis, pengungkapan sejarah Kota Bandung ini akan sangat bermanfaat bagi pemahaman sejarah yang makin luas, karena memuat uraian sejarah lokal yang relatif utuh. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode sejarah yang pengerjaannya meliputi empat tahapan, yaitu heuristik mencari dan mengumpulkan sumber, kritik, interpretasi, dan historiografi. Pada tahapan heuristik, dilakukan upaya pencarian sumber di berbagai perpustakaan. Secara kategori, sumber-sumber yang diperoleh itu ada yang bersifat primer, seperti arsip, dokumen resmi, dan sumber-sumber lain yang sezaman dengan periode penulisan; Ada pula yang bersifat sekunder, yaitu sumbersumber yang dibuat tidak sezaman dengan periode yang dibahas. Sumbersumber tersebut terdiri atas sumber tradisional, sumber kolonial, dan sumber modern. Terhadap sumber-sumber tersebut dilakukan kritik, baik secara ekstern menilai otentisitas materialnya maupun secara intern menilai kredibilitas isinya. Selanjutnya, terhadap sumber yang sudah terseleksi itu dilakukan interpretasi, sehingga diperoleh fakta dan maknanya serta hubungan satu sama lainnya. Interpretasi didasarkan pada prinsip-prinsip Ilmu Sejarah dan disesuaikan dengan tujuan penulisan. Sebagai tahapan terakhir dilakukan penulisan historiografi. B. Hasil dan Bahasan Kota Bandung adalah kota yang berada di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibu kota Provinsi Jawa Barat, terletak pada 107` Bujur Timur dan 6`55 Lintang Selatan. Kota Bandung sangat strategis dilihat dari berbagai aspek, seperti komunikasi, perekonomian maupun keamanan, hal tersebut karena Kota Bandung terletak pada pertemuan poros antara jalan raya barat-timur yang memudahkan hubungan dengan Jakarta sebagai Ibu kota Negara. Dilihat dari topografisnya Kota Bandung terletak pada ketinggian 768 meter di atas permukaan air laut, titik tertinggi di daerah utara dengan ketinggian meter dan terendah di sebelah selatan dengan ketinggian 675 meter di atas permukaan air laut. Kontur tanah wilayah Kota Bandung dari bagian selatan hingga batas jalan kereta api relatif datar, sedangkan dari batas jalan kereta api ke bagian utara relatif menanjak dan berbukit, hingga memberikan kesan panorama yang indah. 1. Asal Usul Kata Bandung Masih banyak orang yang bertanya berasal dari kata apa Bandung itu? Banyak versi yang dikemukakan sesuai dengan pandangannya sendirisendiri. Dalam Kamoes Soenda 1948 28 dikatakan bahwa pengertian kata Bandoeng artinya banding; Ngabandoeng artinya ngarendeng berdampingan; bandoengan artinya parahoe doea drendengkeun make sasag dua perahu yang berdampingan disatukan dengan mepergunakan saasag – bambu yang dianyam; ngabandoengan artinya ngadengkeun nu keur matja atawa nu keur ngomong artinya menyimak orang yang sedang membaca atau yang sedang berbicara. 2. Bandung dalam Alur Sejarah “There are a few odd-shaped pieces to this historical jigsaw puzzles, and much is missing or loss” Richard & Shella Bennet. Pada tahun 1641, seorang Mardijker bernama Yulian de Silva, melaporkan yang tertuang dalam Dagregister „catatan harian‟, ia menyatakan ”Aen een negorij genaemt Bandong, bestaende uijt 25 a 30 huysen..…” yang berarti “Ada sebuah negeri dinamakan Bandong yang terdiri dari 25 sampai 30 rumah…”. Apabila dari satu rumah terdiri atas 4 orang anggota keluarga, maka dari 25 sampai 30 rumah tersebut diperkirakan penduduk di tempat itu berjumlah seratus dua puluhan jiwa dan diduga semuanya adalah orang Sunda. Itulah penduduk yang menempati „kota Bandung‟ sebagai cikal bakal Kota Bandung dewasa ini. Dalam perjalanan dan perkembangan kota, Bandung pernah diisolasi oleh pemerintah Belanda yang tertuang dalam Surat Perintah Gubernur Jenderal GA. Baron van der Capellen tanggal 9 Januari 1821 Statsblad No. 6/1821 yang menyatakan bahwa wilayah Karesidenan Priangan tertutup bagi semua orang Eropa dan Cina. Meskipun ada isolasi dari pemerintah Belanda, pada waktu itu „kota‟ Bandung di bawah pemerintahan Bupati Wiranatakusumah IV 1846- 1874 banyak mengalami kemajuan, sehingga Pemerintah Belanda melalui surat perintah yang disampaikan oleh Residen Priangan Van Steinment tertuang dalam lembaran berita “Java Bode” tanggal 11 Agustus 1852 membuka isolasi bagi Karesidenan Priangan. 3. Perkembangan Kota Bandung dari Masa ke Masa Kota Bandung, pada pertengahan abad ke-19 masih merupakan „desa‟yang sunyi sepi dikenal dengan sebutan een kleine berg dessa desa pegunungan yang mungil. Desa yang kecil ini asal muasalnya merupakan bekas danau, maka di atas area ini masih banyak rawa di sana-sini sehingga menjadi sumber penyakit terutama kematian balita yang amat tinggi. Hal tersebut menjadikan „desa‟ ini pun mendapat julukan kinderkerkhof kuburan anak bayi, terbukti pada waktu itu banyaknya kuburan anak balita di setiap halaman rumah. Kunto, 1996 4 Kota Bandung pada masa sebelum perang oleh Kolonial Belanda, memiliki fungsi yang sangat berat untuk disandang oleh sebuah kota kecil pada masa itu. Ada beberapa yang menonjol dari fungsi itu dengan adanya gagasan menjadikan Kota Bandung sebagai ibu kota Hindia Belanda, yang diilhami dari laporan studi kelayakan kota ideal di Jawa, laporan itu disusun pada tahun 1918 oleh Tillema. Diawali dengan peresmian Kota Cimahi sebagai Garnisun Militer pada September 1896, kemudian, pemindahan pabrik mesiu dari Ngawi, Jawa Timur dan Artillerie Constructie Winkel „ACW‟ atau pabrik senjata dari Surabaya ke Bandung pada 1898, yang kini dikenal dengan sebutan PINDAD. Penjara militer dipindahkan dari Ngawi ke Pancol Cimahi pada akhir abad ke-19. Beberapa tahun kemudian, DVO dipindahkan dari Weltevreden Jatinegara ke Bandung pada tahun 1916. Dari seluruh instansi pemerintah yang bersedia pindah, Hanya tiga yang menolak pindah ke Bandung, yaitu kantor sekretariat Gubernur Jenderal, Volksraad, serta Departemen Pendidikan dan Pengajaran. Kota Bandung telah berulangkali mengalami pengembangan wilayah perkotaannya. Hal ini diakibatkan oleh jumlah penduduknya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Seperti terlihat pada peta perkembangan pemekaran Kota Bandung, pada tahun 1906 luas wilayah kota hanya 900 Ha, dengan luas tanah yang ditempati 240 Ha. Pada tahun 1911, luasnya berkembang menjadi Ha, dengan luas tanah yang ditempati bangunan meningkat menjadi 300 Ha. Begitu seterusnya, sehingga pada tahun 2005, Kota Bandung mempunyai penduduk sekitar juta jiwa dan luas lahannya pun mengalami penambahan menjadi sebesar Ha. Pada zaman kemerdekaan, Bandung terus berbenah, pada tahun 1971 diterbitkannya Master Plan Kota Bandung, untuk mengembangkan kota dengan fungsi sebagai berikut a Pusat Pemerintahan, b Pusat Perguruan Tinggi, c Pusat Perdagangan, d Pusat Industri, e Pusat Kebudayaan dan Pariwisata. Fungsi Kota Bandung yang berat itu, kemudian DPRD Kota Bandung menetapkan Rencana Induk Kota RIK Bandung 1971-1991 Surat Keputusan DPRD No. 8938/1971 dan RIK 1985- 2005 Perda Nomor 3 Tahun 1986. Dalam RIK 2005 ditetapkan kebijakan perlunya pemindahan sebagian fungsi kegiatan Kota Bandung dengan menambah luas lahan baru melalui Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1987 tentang Perluasan Wilayah Administrasi Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung. Luas wilayah administrasi Kota Bandung berubah dari Ha menjadi Ha. Penutup Bandung menjadi Ibu kota Priangan, dari sinilah munculnya Uga atau lebih tepatnya Uga Bandung, Bandung heurin ku tangtung, Cianjur katalanjuran, Sukabumi tinggal resmi, Sumedang ngarangrangan, Sukapura ngadaun ngora, Galunggung ngadeg tumenggung „Bandung padat “penduduknya”, Cianjur hanya terlewati, Sukabumi hanya nama resmi, Sumedang tinggal meranggas, Sukapura akan maju, Galunggung mengambil peran‟. Pembangunan Kota Bandung yang terus meningkat, sehingga dewasa ini Kota Bandung menjelma menjadi sebuah kota metropolitan. Berdasarkan hal tersebut, maka Kota Bandung membuat Renstra Kota Bandung 2004- 2008, ditetapkan Visi Kota Bandung, yaitu ”Kota Bandung sebagai Kota Jasa yang BERMARTABAT Bersih, Makmur, Taat dan Bersahabat”. Pembangunan yang tidak diawasi dengan ketat menyebabkan pertumbuhan yang tidak terkendali, misalnya berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup BAPEDAL, sekarang Kementrian Lingkungan Hidup, tahun 1992 dan Japan International Cooperation Agency JICA 1997, diketahui bahwa jumlah pertumbuhan kendaraan di Kota Bandung mencapai 12 % per tahun. Data Dinas Perhubungan, pada tahun 2001 total kendaraan bermotor unit, tahun 2005 meningkat menjadi unit, peningkatan terbesar terjadi pada sepeda motor dari unit pada tahun 2001 menjadi unit pada tahun 2005. Melihat kenyataan Kota Bandung dewasa ini dan apa yang dikatakan dalam uga di atas, dapat ditarik kesimpulan sederhana yang menarik, yaitu Bidang Ekonomi, tiap hari libur banyak pendatang dari kota lain yang berbelanja ke Bandung karena menjadi kota singgah, hal ini karena banyak bermunculan pusat perdagangan factory outlet. Disamping outlet, juga pedagang kaki lima, mal-mal iannya. Pembangunan fisik baik sarana dan prasarana yaitu pembangunan gedung, jalan dan lahan parkir yang sempit, kirang memadai dibanding dengan kebutuhan secara keseluruhan. Banyaknya ide, keinginan dan tujuan yang beragam, yang muncul dari para pembuat kebijakan menjadikan semakin maraknya Kota Bandung. Bidang budaya/seni, dengan munculnya berbagai jenis kesenian dapat dijadikan salah satu barometer pencapaian kreatifitas di Kota Bandung. Bidang lingkungan hidup, dengan banyaknya penduduk, mengakibatkan mundurnya keseimbangan alam atau kerusakan lingkungan. Daftar Pustaka Coolsma, S. 1913. Soendaneesch – Hollands Woordenboek. AW. Sijthoff’s Uitgeevers-Maatschappij, Leiden Eringa, FS. 1984, Soendaas – Nederlands Woordenboek. Foris Publications Holland, Dordrecht – Holland/Cinnaminson – USA Hardjasaputra. Sobana 1999. Sejarah Kota Bandung 1810 – 1906. Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Heyne, K. 1950. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 1 IV Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan Kunto, Haryoto. 1984. Wajah Bandoeng Tempo Doeloe. Bandung. PT. Granesia Satjadibrata. 1948. Kamoes Basa Soenda. Djakarta Bale Poestaka Bandung dalam Angka, 2005 BPS Kota Bandung Tahun 1961 – 2006 BPS Kota Bandung 2006 Kota Madya Bandung dalam Angka Tahun 1989 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung 2005-2013 Sumber Judul Sejarah Kota Bandung dari “Bergdessa” Desa Unik Menjadi Bandung “Heurin Ku Tangtung” Metropolitan Penyusun Nandang Rusnandar, Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung. heurin ku tangtung. Terpopuler. 1. Video Detik-detik Evakuasi Kecelakaan Vanessa Angel di Tol Jombang. 2. Kronologi Kecelakaan Vanessa Angel dan Suami di Tol Jombang, Begini Penjelasan Polisi. 3. Jl. Terusan Halimun No. 50 Bandung +62 (22) 73517371 & 73513312 . Bandung Raya. Umum. Persib. Olahraga. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. [caption id="attachment_208771" align="aligncenter" width="529" caption="Bandung heurin ku imah Dok. HendiS"][/caption] Ramalan Sunda Kuno yang pernah dikawihkan dinyanyikan mungkin tahun 1950an - 1960an, saya masih ingat sebaris kawih dalam bahasa Sunda tersebut " Dilingkung gunung, heurin ku tangtung, puseur kota nu mulya Parahyangan. Bandung..Bandung... Sasakala Sangkuriang..". Kota Bandung yang dikelilingi gunung suatu saat diramal akan heurin ku tangtung atau padat penduduknya. Dalam bahasa Sunda heurin artinya sempit, berdesakan, sedangkan tangtung atau nangtung artinya berdiri, jadi heurin ku tangtung artinya orang berdiri berdesakan atau padat penduduk. Bandung sekarang berpenduduk 2,4 juta jiwa, padahal kota kembang yang dulu dijuluki Parijs van Java ini didesain hanya untuk sekitar 600 ribu penduduk saja. Dapat dibayangkan daya dukung lingkungan Kota Bandung sudah terengah-engah menyangga kelebihan 1,8 juta penduduknya yang hidup berdesakan. [caption id="attachment_208813" align="aligncenter" width="519" caption="Operasi yustisia tak mengatasi Bandung heurin ku tangtung Foto sebuah siaran berita TV"] 13460284061307928811 [/caption] Puseur kota nu mulya Parahyangan -Ibu Kota Parahiangan-, mau tak mau harus menerima takdir menjadi kota yang padat tetapi sangat disukai pendatang, baik untuk tinggal di Bandung mencari nafkah, mencari ilmu, maupun untuk berwisata dan berbelanja terutama setiap hari Sabtu dan Minggu atau pada hari-hari libur nasional. Kita tunggu orang-orang pandai di Kantor Gubernur Jawa Barat dan Kantor Walikota Bandung dibantu atau diarahkan pakar-pakar di ITB yang ahli tata kota, apa buah pikiran mereka untuk mengembalikan citra dan kenyataan bahwa Bandung suatu saat cocok lagi disebut Parijs van Java yang penuh bunga dan berhawa sejuk. Bandung heurin ku tangtung, heurin ku factory outlet, heurin ku motor, heurin ku imah, heurin ku gedong sigrong dan last but not least heurin ku mobil urang Jakarta tiap Sabtu - Minggu. Dari ITB ke Cihampelas makan waktu satu jam euleuh-eleuh ... Cihampelas dari pagi sampai malam padat merayap euy ! [caption id="attachment_208773" align="aligncenter" width="543" caption="Bandung heurin ku mobil, heurin ku motor Foto sebuah siaran berita TV"] 1345984690526704893 [/caption] Lihat Sosbud Selengkapnya
Bandungheurin ku tangtung bandung dilingkung ku gunung bandung boga cikapndung bandung boga citarum bandung kokocoran ujungberung bandung teu boga alun-alun bandung gunungna gundul bandung gunungna metet ku gedung bandung halodo binguing bandung hujan bingung. bandung lalakon Nyi Sumur Bandung
WF3Kz4M.
  • 2vy9zce9x0.pages.dev/191
  • 2vy9zce9x0.pages.dev/149
  • 2vy9zce9x0.pages.dev/230
  • 2vy9zce9x0.pages.dev/495
  • 2vy9zce9x0.pages.dev/93
  • 2vy9zce9x0.pages.dev/120
  • 2vy9zce9x0.pages.dev/560
  • 2vy9zce9x0.pages.dev/6
  • bandung heurin ku tangtung